To year 2010

Menuju Un 2009

Selasa, Februari 03, 2009

Jangan takut bermain game

Di tengah gonjang-ganjing pengaruh buruk yang ditimbulkan video game, banyak dilakukan pula penelitian tentang apa saja yang dapat dipelajari gamer dari video game dan manfaat lainnya. Sayangnya, masih banyak di antara kita yang belum mengetahui bahwa hasil penelitian tersebut faktual dan valid, dengan kata lain sudah dibuktikan dan dapat dipercaya.
Ketika kekerasan yang terjadi di kalangan remaja merebak, film layar lebar, acara televisi, dan video game pun tak luput dari sasaran dan dikait-kaitkan sebagai penyebab timbulnya hal-hal buruk tersebut. Banyak orang dewasa menganggap bahwa media-media hiburan tersebut memberikan dampak buruk pada anak-anak.

Pokoknya, mereka menyalahkannya sebagai penyebab timbulnya berbagai masalah. Beberapa penelitian mengungkapkan kaitan antara kekerasan dan perilaku buruk di kalangan anak-anak.

Kenyataannya media-media, termasuk video game, itu tidak selalu menjadi pemicu tindakan kekerasan. Menurut James Paul Gee, dosen di University of Wisconsin-Madison, Amerika, sebagian besar yang dituduhkan pada video game tidaklah benar.

"Game banyak manfaatnya, kok," ujar penulis buku What Video Games Have to Teach Us About Learning and Literacy. Jumlah peneliti yang setuju dengan Gee pun makin bertambah. Jika digunakan dengan benar, video game dan game komputer berpotensi sebagai sarana untuk belajar.

Video game yang baik itu menantang, menghibur, sekaligus rumit. Biasanya player butuh waktu 50 sampai 60 jam dengan konsentrasi penuh untuk menamatkan sebuah game. Bahkan anak-anak pun bisa menghabiskan waktu berjam-jam demi gamenya tamat.

"Tapi, anak-anak yang menderita ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) tidak bisa main game non-stop 9 jam, karena mereka kesulitan untuk berkonsentrasi," jelas Gee. "Game membutuhkan konsentrasi yang berbeda dibandingkan dengan pelajaran di sekolah."

Selama 2-3 tahun mempelajari dampak sosial video game, Gee menemukan bahwa banyak gamer remaja yang pada akhirnya jago komputer. Seorang anak malah sempat jadi asisten dosen waktu ia masih di tingkat satu, soalnya pelajaran itu terlalu gampang baginya. Kata Gee lagi, anak-anak yang hobi main game komputer biasanya tahu lebih banyak soal komputer daripada orangtuanya.

Menstimulasi Proses Belajar

Game komputer dianjurkan menjadi bagian dari kurikulum sekolah setelah para peneliti menemukan nilai-nilai edukasi. Mereka menyimpulkan bahwa game simulasi dan petualangan – seperti Sim City dan Roller Coaster Tycoon, dimana player dapat membangun masyarakat dan taman hiburan – dapat membantu mengembangkan pemikiran strategis dan skill merencanakan pada anak-anak.

Selain itu, para ortu dan guru juga berpendapat game-game dapat meningkatkan kemampuan anak-anak dalam pelajaran matematika, membaca, dan mengeja.

Dalam game Animal Crossing, misalnya, player menjadi karakter yang tinggal di sebuah kota yang penuh dengan binatang. Di tengah game, Anda bisa membeli rumah, bepergian dari satu kota ke kota lain, berkunjung ke museum, dan kegiatan sehari-hari lainnya.

Di sela-sela itu, Anda menuliskan pesan untuk player lain dan bicara kepada binatang. Karena anak-anak pada umumnya suka game ini, jadi mereka sering memainkannya berkali-kali. 'otomatis kemampuan membaca mereka meningkat dengan cepat, walaupun mereka tak suka membaca.

Beberapa waktu lalu diadakan penelitian terhadap 700 anak usia 7 sampai 16 tahun. Lewat hasilnya terungkap bahwa anak-anak pada usia tersebut lebih suka main game berdua atau rame-rame daripada main sendirian. So, siapa bilang gamer itu individualis?

Penelitian lain dilakukan oleh Teachers Evaluating Educational Multimedia (Teem) dari Departemen Pendidikan di Inggris. Profesor Angela McFarlane, Direktur Teem, menegaskan, "Game bernuansa adventure, quest, dan simulasi memiliki banyak manfaat. Game-game ini cukup rumit dan mampu mengembangkan skill-skill penting untuk anak-anak." Tidak termasuk game-game arcade dan shooter, loh.

Bahkan game yang mengandung kekerasan pun memiliki sisi positif, tambah Gee. "Grand Theft Auto 3 tak melulu soal menembak orang," katanya. Ketika game dimulai, karakter Anda baru keluar dari lapas. Anda harus mencarikannya pekerjaan, tapi sayang orang yang Anda kenal semuanya penjahat. Selama game berlangsung memang Anda boleh bertarung dan membunuh orang, tapi itu tidak wajib.

"Game menawarkan banyak pilihan," ujar Gee. Player akan menghadapi dilema moral, interaksi sosial, dan juga memecahkan berbagai problem yang sering kali terjadi dalam kehidupan nyata. Begitu tambah Gee. Selain itu game dapat membuat seseorang tertarik pada hal baru.

Habis main game Age of Mythology, kata Gee, anak-anak (seperti anak laki-lakinya yang berumur 8 tahun) mulai suka melihat-lihat buku mitologi di perpustakaan atau chatting dengan grup yang membahas karakter-karakter mitologi. Bagi gamer, sejarah dapat berulang dan hidup kembali lewat game.

* Penulis, Eko Ramaditya Adikara (Rama), adalah seorang tuna-netra multi profesi, ia dikenal sebagai penulis buku berjudul 'Blind Power', seorang motivator dan juga terlibat dalam sound engineering beberapa game terkenal. Penulis tergabung dalam Yayasan Mitra Netra (MitraNetra.or.id). Blog pribadinya dapat dibaca di alamat www.ramaditya.com.

Tidak ada komentar:

Char RF gw

Char RF gw